Jakarta, Berita Terkini – Langkah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memblokir 31 juta rekening tidur alias dormant bikin publik geger. Bukan cuma karena jumlahnya yang fantastis, tapi juga karena pemilik rekening mengaku tak diberi pemberitahuan sebelumnya. Kebijakan ini bahkan viral hingga jadi sorotan nasional.
Meski proses pemblokiran telah dimulai sejak 15 Mei 2025, baru pada akhir Juli masyarakat menyadari efeknya. Banyak yang kaget melihat rekening mereka mendadak tidak bisa diakses.
Menanggapi polemik yang membesar, PPATK akhirnya buka suara melalui akun Instagram resminya @ppatk_indonesia. Dalam keterangannya, mereka menyebut pemblokiran dilakukan demi menjaga keamanan sistem keuangan nasional serta melindungi masyarakat dari risiko penyalahgunaan.
“Untuk melindungi masyarakat dan sistem keuangan, PPATK menghentikan sementara transaksi pada sejumlah rekening dormant,” tulis pernyataan resmi PPATK, Jumat (25/7).

Baca juga: Pemutaran Lagu Internasional di Tempat Usaha Wajib Bayar Royalti, Ini Penjelasan Kemenkumham
Meski diblokir, PPATK menegaskan bahwa dana nasabah tetap aman dan dapat diklaim kembali. Mereka menyediakan tautan khusus di bit.ly/FormHensem bagi masyarakat yang ingin menyampaikan keberatan dan mengajukan pembukaan kembali rekening.
Rekening 10 Tahun Menganggur, Ternyata Nilainya Fantastis
Beberapa hari kemudian, tepatnya Selasa (29/7), PPATK mengungkap data mengejutkan: ada 140 ribu rekening yang tidak aktif lebih dari 10 tahun, dengan total saldo mencapai Rp428,61 miliar. Mereka menyebut rekening seperti ini rawan disalahgunakan oleh pelaku kejahatan, bahkan oleh oknum internal bank sendiri.
Tak berhenti di situ, sehari berselang, PPATK mengumumkan bahwa total rekening dormant yang diblokir telah mencapai 31 juta akun, dengan nilai dana luar biasa: Rp6 triliun!
Baca juga: Daftar Mobil Jepang Terbaru yang Mencuri Perhatian di GIIAS 2025, dari Mitsubishi hingga Toyota
Namun, belum sempat publik mencerna sepenuhnya, Istana langsung turun tangan. Presiden Prabowo Subianto memanggil Kepala PPATK Ivan Yustiavandana ke Istana Negara. Hasilnya, PPATK kemudian mengumumkan bahwa dari 31 juta rekening, 28 juta di antaranya sudah dibuka kembali.
Sayangnya, tidak ada penjelasan detail apakah 28 juta rekening itu sudah lolos pemeriksaan, dan nasib 3 juta rekening sisanya masih menggantung.
Koordinator Humas PPATK, M. Natsir Kongah, menyebut tindakan tersebut diambil demi menghindari penyalahgunaan dana oleh pelaku tindak pidana.
“Langkah ini semata-mata untuk melindungi nasabah dari kemungkinan penyalahgunaan rekening oleh pihak tidak bertanggung jawab,” jelasnya.
Baca juga: Ultimatum dari Inggris: Pengakuan Negara Palestina Bukan Bentuk Dukungan untuk Hamas
Ekonom Berang, Sebut PPATK Lewati Batas
Di sisi lain, langkah PPATK memicu kritik keras dari kalangan akademisi dan ekonom. Salah satunya datang dari Ekonom Senior INDEF, Didik J. Rachbini. Ia menilai PPATK telah bertindak di luar kewenangannya.
Menurut Didik, sebagai lembaga intelijen keuangan, tugas PPATK hanyalah menganalisis dan memberikan rekomendasi kepada aparat penegak hukum. Bukan langsung mengeksekusi pemblokiran rekening.
“Pejabat yang tidak kompeten seperti ini layak diberi sanksi, bahkan dicopot karena telah menunjukkan kelalaian fatal dan tidak profesional,” tegas Didik, Kamis (31/7).
Publik pun berharap ada kejelasan lebih lanjut dari pemerintah dan PPATK mengenai mekanisme pemblokiran rekening ke depan, agar kejadian serupa tidak kembali terulang tanpa komunikasi yang jelas ke masyarakat.