40 Persen Wilayah Indonesia Dikuasai Dinasti Politik, Riset Ungkap Lonjakan Kandidat Pilkada 2024

40 Persen Wilayah Indonesia Dikuasai Dinasti Politik, Riset Ungkap Lonjakan Kandidat Pilkada 2024

Jakarta, Berita Terkini – Fenomena politik dinasti kembali menjadi sorotan. Sebuah riset terbaru dari Institute for Advanced Research (IFAR), Universitas Katolik Atma Jaya, mengungkapkan bahwa sekitar 40 persen wilayah Indonesia saat ini sudah berada di bawah kendali dinasti politik.

Peneliti IFAR, Yoes Kenawas, dalam seminar bertajuk “Demokrasi dalam Cengkeraman Dinasti” di Kantor Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Jakarta, Rabu (27/8), menjelaskan bahwa keterlibatan kandidat politik dari keluarga elite semakin meningkat drastis pada Pilkada 2024 dibanding periode-periode sebelumnya.

“Data kami menunjukkan, sebanyak 21,26 persen dari total 3.100 kandidat Pilkada 2024 merupakan kandidat dinasti politik. Artinya, satu dari lima kandidat yang bertarung dalam Pilkada berasal dari keluarga elite politik,” ungkap Yoes.

Baca juga: Pengibaran Bendera One Piece Menuai Polemik Jelang HUT RI ke-80

40 Persen Wilayah Indonesia Dikuasai Dinasti Politik, Riset Ungkap Lonjakan Kandidat Pilkada 2024
40 Persen Wilayah Indonesia Dikuasai Dinasti Politik, Riset Ungkap Lonjakan Kandidat Pilkada 2024

Lonjakan Kandidat Dinasti Politik di Pilkada 2024

Riset berjudul “Indonesia Dynasty Tracker” menemukan ada 659 calon kepala daerah dan wakil kepala daerah Pilkada 2024 yang terindikasi berasal dari dinasti politik. Dari jumlah tersebut, 263 kandidat atau 39,91 persen berhasil memenangkan kontestasi.

Jika dibandingkan dengan periode sebelumnya, lonjakan ini terbilang sangat signifikan. Pada Pilkada 2020, hanya 159 kandidat atau 18,66 persen dari total 852 calon yang berasal dari dinasti politik. Sementara di Pilkada 2015–2018, angkanya jauh lebih kecil, yakni 6 persen dari 3.402 calon.

Menurut Yoes, kondisi ini menunjukkan bahwa praktik dinasti politik di Indonesia bukan hanya bertahan, tetapi semakin mengakar.

Baca juga: 80 Tahun Indonesia: Negara Hukum Runtuh, Demokrasi Digantikan Otoritarianisme Baru

Faktor Penyebab Dinasti Politik Kian Menguat

Ada beberapa faktor yang membuat politik dinasti kian dominan di Pilkada 2024. Pertama, adanya koalisi dan persaingan antar-dinasti di berbagai daerah. Sering kali, keluarga politik tidak hanya mempertahankan kekuasaan di satu wilayah, tetapi juga memperluas pengaruh ke daerah lain.

“Kita melihat fenomena di mana anggota keluarga yang sudah berkuasa di suatu daerah kemudian mendorong anggota keluarganya untuk mencalonkan diri di daerah lain. Bahkan ada yang sudah menguasai legislatif, lalu melangkah untuk merebut eksekutif di kabupaten atau kota,” jelas Yoes.

Faktor kedua adalah tidak adanya hambatan institusional. Saat ini, tidak ada aturan hukum yang secara tegas melarang kandidat dari dinasti politik untuk maju dalam kontestasi. Padahal, Undang-Undang Pilkada sebelumnya sempat memiliki aturan pembatasan kandidat dinasti, tetapi regulasi itu dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Selain itu, pragmatisme partai politik juga memperkuat fenomena ini. Partai cenderung lebih memilih kandidat yang sudah populer, memiliki basis elektoral kuat, serta dukungan finansial besar. Kondisi itu membuat kader non-dinasti kerap tersisih oleh calon dari keluarga elite politik.

Baca juga: Gejolak Pati: Belajar dari Benturan Politik, Hukum, dan Krisis Kepercayaan Publik

Implikasi Politik Dinasti dalam Demokrasi

Yoes menegaskan bahwa politik dinasti bukan hanya persoalan kekerabatan kepala daerah, tetapi juga merambah ke legislatif. “Anggota DPR, DPRD, hingga DPD, semuanya bisa menjadi bagian dari jejaring dinasti karena mereka punya basis massa sekaligus mesin politik yang kuat di wilayah masing-masing,” kata Yoes.

Menurutnya, praktik ini menciptakan sebuah siklus politik yang berulang-ulang. “Kalah dalam satu Pilkada bukan berarti tamat. Karena dengan modal keluarga, jejaring politik, dan kekuatan finansial, mereka bisa bangkit kembali di Pilkada berikutnya,” tambahnya.

Baca juga: Gaji DPR Tembus Rp100 Juta Lebih per Bulan, Publik Pertanyakan Kepatutan di Tengah Sulitnya Ekonomi

Ancaman bagi Demokrasi Indonesia

Fenomena dominasi politik dinasti ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai kualitas demokrasi di Indonesia. Dengan 40 persen wilayah sudah berada di bawah kendali dinasti, dikhawatirkan sistem politik nasional akan semakin sulit menghadirkan regenerasi kepemimpinan yang benar-benar lahir dari rakyat biasa. Praktik ini juga bisa menimbulkan risiko tertutupnya ruang bagi calon-calon potensial non-dinasti yang sebenarnya memiliki kompetensi, integritas, dan visi membangun daerah, tetapi kalah bersaing karena minim modal politik maupun dukungan finansial.