Jakarta, Berita Terkini – Di tengah derasnya arus teknologi dan derasnya arus informasi yang tak pernah berhenti, muncul sebuah tren baru yang kini banyak dilirik masyarakat, yakni digital minimalism atau gaya hidup meminimalisir penggunaan gadget. Bukan sekadar tren, pola hidup ini dianggap sebagai “obat” untuk mengurangi stres, menjaga kesehatan mental, sekaligus membuat hidup lebih fokus dan produktif.
Seperti diketahui, hampir setiap aktivitas manusia modern kini tak lepas dari perangkat digital. Mulai dari bekerja, berkomunikasi, hingga mencari hiburan, semua bisa dilakukan hanya melalui genggaman tangan. Namun di balik kemudahan itu, tak bisa dipungkiri, gadget juga membawa dampak negatif yang cukup serius, baik bagi kesehatan fisik maupun psikologis.
Baca juga: Tas Birkin Jadi Tren Pria Modern, Simbol Prestise dan Kebebasan Fashion

Baca juga: Waspada! Diabetes Anak di Jakarta Meningkat Akibat Gaya Hidup Tak Aktif dan Pola Makan Buruk
Pengalaman Keluarga Kumala Sari: Terapkan “Diet” Digital di Rumah
Kumala Sari, seorang ibu muda berusia 32 tahun asal Mojokerto, menjadi salah satu contoh nyata penerapan gaya hidup ini. Sudah lebih dari satu tahun terakhir, ia bersama keluarga kecilnya mencoba membatasi penggunaan gadget, khususnya ketika sedang berada di rumah.
“Kalau di rumah, kami sepakat untuk membatasi penggunaan media sosial. Tujuannya supaya informasi yang masuk bisa lebih terfilter, jadi nggak semua hal harus kita konsumsi,” ujar Kumala yang akrab disapa Mala.
Pembatasan itu juga diterapkan pada putra semata wayangnya yang masih duduk di bangku kelas 1 SD. Mala hanya memberikan waktu maksimal dua jam sehari untuk anaknya bermain gadget, itu pun khusus menggunakan aplikasi ramah anak seperti YouTube Kids. Selebihnya, waktu anak lebih banyak diisi dengan aktivitas belajar, bermain, atau olahraga ringan.
“Kalau terlalu sering main gadget, efeknya bukan cuma ke mata yang cepat lelah, tapi juga bisa bikin anak susah konsentrasi dan gampang cemas. Makanya kami mulai perketat aturan,” jelas Mala.
Baca juga: Keren dan Unik! Itasha, Hobi Modifikasi Otomotif ala Otaku yang Makin Diminati di Malang
Orang Tua Jadi Lebih Terlibat
Meski membatasi penggunaan, bukan berarti Mala sama sekali melarang anaknya bersentuhan dengan dunia digital. Ia justru memanfaatkan fitur kontrol orang tua pada YouTube Kids agar konten yang diakses lebih aman dan mendidik.
“Sekarang lebih mudah karena ada filter dan parental control. Jadi anak tetap bisa belajar hal positif dari gadget, seperti keterampilan, olahraga, sampai game edukatif. Orang tua tinggal mengarahkan dan mengawasi saja,” tambahnya.
Tak hanya anak, Mala dan sang suami pun mencoba menerapkan prinsip serupa. Meski pekerjaan mereka masih menuntut untuk aktif di media sosial, setidaknya ketika berada di rumah, keduanya komit untuk mengurangi “scrolling” yang berlebihan.
Baca juga: Mau Hidup Slow Living di Jakarta? Siapkan Dompet yang Tebal Dulu!
Dampak Positif Digital Minimalism
Hasil dari gaya hidup ini cukup terasa. Mala mengaku dirinya dan keluarga kini lebih tenang, punya waktu istirahat yang lebih berkualitas, serta energi yang lebih segar untuk beraktivitas di keesokan hari.
Selain itu, pembatasan penggunaan gadget membuat konsentrasi lebih terjaga. Gangguan stres dan rasa cemas akibat paparan berlebihan dari media sosial pun ikut berkurang. “Kalau sudah begitu, otomatis produktivitas meningkat. Jadi nggak gampang terdistraksi,” tandas Mala.
Baca juga: Digital Nomad, Gaya Hidup Bebas Milenial & Gen Z yang Makin Diminati: Ini Plus Minusnya!
Fenomena Sosial yang Semakin Dilirik
Fenomena digital minimalism kini mulai menjadi pembicaraan banyak orang. Bukan hanya di kalangan keluarga muda, tetapi juga di lingkungan kerja dan pendidikan. Para ahli psikologi bahkan menilai tren ini bisa menjadi solusi nyata untuk menjaga keseimbangan hidup di era digital, terutama bagi generasi muda yang rentan terhadap kecanduan gadget.
Dengan semakin banyak orang yang menyadari dampak buruk dari penggunaan gadget berlebihan, bisa jadi ke depan gaya hidup ini akan berkembang menjadi pola baru yang lebih luas di masyarakat.
