Gaji DPR Tembus Rp100 Juta Lebih per Bulan, Publik Pertanyakan Kepatutan di Tengah Sulitnya Ekonomi

Gaji DPR Tembus Rp100 Juta Lebih per Bulan, Publik Pertanyakan Kepatutan di Tengah Sulitnya Ekonomi

Jakarta, Berita Terkini  – Polemik soal gaji dan tunjangan anggota DPR kembali mencuat. Terungkap bahwa total pendapatan resmi anggota dewan kini bisa melampaui Rp100 juta per bulan, terutama setelah adanya kebijakan tunjangan rumah sebesar Rp50 juta per anggota.

Kebijakan baru ini langsung menuai sorotan publik. Pasalnya, keputusan itu diambil di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang sedang berat. Harga bahan pokok meroket, pajak dinaikkan, dan angka pemutusan hubungan kerja (PHK) juga meningkat.

Gaji DPR Tembus Rp100 Juta Lebih per Bulan, Publik Pertanyakan Kepatutan di Tengah Sulitnya Ekonomi
Gaji DPR Tembus Rp100 Juta Lebih per Bulan, Publik Pertanyakan Kepatutan di Tengah Sulitnya Ekonomi

Baca juga: Gejolak Pati: Belajar dari Benturan Politik, Hukum, dan Krisis Kepercayaan Publik

Kritik dari ICW dan Pengamat

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Egi Primayogha, menyebut kebijakan ini tidak etis.
“Masyarakat sedang kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari, tapi DPR justru menambah tunjangan yang nilainya fantastis. Secara total, pemborosan bisa mencapai lebih dari Rp1,7 triliun selama lima tahun,” ujarnya.

Menurut Egi, DPR seharusnya mempertimbangkan kepatutan publik sebelum mengeluarkan kebijakan yang berimplikasi besar terhadap anggaran negara.

Sementara pengamat politik menilai alasan bahwa tunjangan rumah diberikan agar anggota bisa tinggal dekat dengan gedung DPR tidak masuk akal. Faktanya, kehadiran anggota dewan di gedung parlemen sering tidak maksimal, bahkan banyak pembahasan legislasi yang mandek.

Baca juga: Transfer ke Daerah di RAPBN 2026 Turun Jadi Rp 650 Triliun, Sri Mulyani Beberkan Alasannya

Penjelasan DPR

Sekjen DPR, Indra Iskandar, menjelaskan tunjangan rumah Rp50 juta diberikan karena fasilitas rumah dinas yang ada di Kalibata dan Ulujami sudah banyak yang rusak dan butuh renovasi besar. Menurutnya, memberikan tunjangan rumah justru dianggap lebih efisien dibanding memperbaiki perumahan lama yang biayanya dinilai lebih mahal.

Namun, alasan ini tetap mendapat penolakan dari berbagai pihak. Publik menilai, di tengah kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan pemerintah, keputusan DPR menambah tunjangan justru kontraproduktif.

Baca juga: 80 Tahun Indonesia: Negara Hukum Runtuh, Demokrasi Digantikan Otoritarianisme Baru

Kinerja DPR Dipertanyakan

Besarnya gaji dan tunjangan ini juga dinilai tidak sebanding dengan kinerja DPR. Meski mengklaim telah menindaklanjuti ribuan laporan masyarakat serta menyelesaikan sejumlah RUU, kenyataannya banyak rancangan undang-undang yang menuai kontroversi karena minim partisipasi publik.

Survei Indikator Politik Indonesia pada Januari 2025 bahkan menunjukkan tingkat kepercayaan publik terhadap DPR hanya 69%, berada di urutan bawah dibanding lembaga negara lainnya.

Baca juga: Tangis Megawati Pecah di Kongres PDI-P Saat Sambut Hasto: “Satyam Eva Jayate, Kebenaran Pasti Menang!”

Publik Semakin Kritisi

Bagi masyarakat, fakta bahwa anggota DPR bisa mengantongi lebih dari Rp100 juta per bulan sementara warga harus menghadapi kenaikan harga beras, PPN, hingga PBB, menambah daftar panjang kekecewaan terhadap kinerja wakil rakyat. Isu ini pun dianggap sebagai cerminan lemahnya sensitivitas DPR terhadap kondisi ekonomi rakyat. Banyak pihak menilai, kebijakan tunjangan rumah Rp50 juta sebulan seharusnya ditinjau ulang bahkan dicabut, agar anggaran negara dapat lebih difokuskan pada kepentingan publik.