Jakarta, Berita Terkini – Situasi politik Indonesia kembali menjadi sorotan internasional. Organisasi Eropa Bersatu untuk Indonesia menilai bahwa saat ini Indonesia tengah menghadapi krisis legitimasi moral dan politik yang serius. Menurut mereka, kondisi ini tak hanya berdampak pada kehidupan sosial masyarakat, tetapi juga mengancam fondasi demokrasi dan kepercayaan publik terhadap lembaga negara.
Gelombang demonstrasi yang berlangsung sejak 25 Agustus 2025 dinilai menjadi puncak akumulasi kekecewaan rakyat terhadap berbagai kebijakan pemerintah. Aksi protes yang terjadi di sejumlah daerah menandai semakin rapuhnya legitimasi lembaga negara, terutama DPR dan kabinet pemerintahan.
Baca juga: Trump Desak Israel Buka Akses Jurnalis Internasional ke Gaza di Tengah Krisis Kemanusiaan
Kritik Tajam soal Kebijakan DPR
Salah satu isu yang menjadi sorotan adalah kebijakan terkait tunjangan perumahan DPR yang dianggap berlebihan dan tidak berpihak pada kondisi rakyat. Menurut Eropa Bersatu untuk Indonesia, langkah tersebut sangat tidak tepat di tengah situasi masyarakat yang masih kesulitan memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari.
“Dengan pajak yang terus meningkat, upah minimum yang rendah, dan akses kesehatan yang terbatas, anggaran negara semestinya difokuskan untuk mengurangi kemiskinan serta meningkatkan taraf hidup rakyat, bukan untuk kemewahan segelintir elite politik,” tegas Ketua Umum Eropa Bersatu, Sakaria Wielgosz, dalam siaran pers pada Senin (1/9/2025).
Ia menegaskan, wakil rakyat seharusnya menunjukkan solidaritas dengan rakyat dengan memanfaatkan fasilitas negara yang sudah tersedia, bukan justru menuntut tambahan kemewahan.
Baca juga: Trump Tuduh BRICS Anti-AS, Ancam Balas dengan Tarif Impor dan Bela Dominasi Dolar

Baca juga: Ultimatum dari Inggris: Pengakuan Negara Palestina Bukan Bentuk Dukungan untuk Hamas
Pentingnya Reformasi dan Akuntabilitas
Lebih jauh, Eropa Bersatu untuk Indonesia menekankan bahwa kesadaran politik, akuntabilitas, dan reformasi institusi harus segera diwujudkan. Hanya dengan langkah tersebut, legitimasi politik dan moral negara bisa kembali dipulihkan.
“Stabilitas dan kemajuan Indonesia hanya dapat dicapai melalui kepemimpinan yang berpihak pada rakyat, menghormati hak-hak dasar, dan menjunjung tinggi keadilan sosial,” ujar Sakaria.
Menurutnya, rakyat berhak memperoleh rasa aman dan kepastian hukum, bukan hidup dalam ketakutan, apalagi di tengah kondisi ekonomi nasional yang kian tidak menentu.
Baca juga: Eks Bos Investree Jadi CEO di Qatar Saat Berstatus Buronan, OJK Geram dan Desak Pemulangan
Tragedi Driver Ojol Jadi Sorotan
Dalam pernyataannya, Eropa Bersatu untuk Indonesia juga menyinggung tragedi yang menimpa Affan Kurniawan, seorang driver ojek online yang meninggal dunia di tengah situasi protes. Peristiwa ini, menurut mereka, merupakan simbol nyata kegagalan negara dalam melindungi rakyatnya.
Wakil Ketua Umum Eropa Bersatu, Ludovicus Mardiyono, menyebut tragedi tersebut sebagai bukti nyata ketika negara kehilangan empati, maka rakyat berada dalam posisi paling rentan. Meski Kapolri telah menemui keluarga korban, menyampaikan permintaan maaf, dan memastikan pelaku ditangkap, Ludovicus menegaskan perlunya evaluasi sistemik terhadap respons negara atas keselamatan warga di tengah aksi protes damai.
Baca juga: Trump Setujui Penurunan Tarif Impor RI Jadi 19%, Asalkan Data Pribadi WNI Boleh Ditransfer ke AS
Negara Kehilangan Orientasi Moral
Lebih lanjut, Ludovicus menilai DPR dan kabinet saat ini sering kali kehilangan orientasi moral dan keberpihakan kepada rakyat. Lembaga legislatif maupun eksekutif dinilai terlalu fokus menjaga kepentingan pribadi serta kelompok elite, sementara rakyat dibiarkan menanggung beban sosial dan ekonomi yang berat.
“Kekuasaan yang kehilangan orientasi moral hanya akan menghasilkan ketidakadilan dan ketimpangan. Negara pada dasarnya adalah kontrak moral antara penguasa dan rakyat. Legitimasi politik lahir dari keberpihakan pada kepentingan umum,” jelasnya.
Secara filosofis, negara hadir sebagai kontrak moral, sementara dari perspektif teologis, kepemimpinan adalah amanah untuk melayani, menegakkan keadilan, serta melindungi martabat seluruh warga.
Baca juga: Berani! Prancis Umumkan Akan Akui Negara Palestina, Netanyahu Meledak Marah
Demonstrasi Sebagai Koreksi Moral
Ludovicus menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa perlawanan rakyat melalui demonstrasi, kritik, dan suara publik adalah bentuk koreksi moral terhadap negara yang dinilai telah menyimpang dari mandatnya.
“Rakyat berhak menyuarakan kekecewaan. Itulah bagian dari demokrasi dan upaya menjaga agar negara tetap berada di jalur yang benar,” pungkasnya.
Sorotan dari Eropa Bersatu untuk Indonesia ini semakin memperkuat pandangan bahwa Indonesia tengah berada di persimpangan jalan penting. Mampukah pemerintah merespons kritik ini dengan langkah konkret, atau justru membiarkan krisis legitimasi semakin melebar?