Jakarta, Berita Terkini – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyampaikan pernyataan yang mengejutkan pada Kamis (14/8/2025). Ia mengaku ingin melihat Israel membuka akses bagi jurnalis internasional untuk masuk ke Jalur Gaza, wilayah yang sejak lebih dari satu setengah tahun terakhir ditutup rapat oleh otoritas Israel.
Sejak Oktober 2023, Israel melarang jurnalis internasional meliput secara langsung dari Gaza. Hanya pada beberapa kesempatan terbatas, izin masuk diberikan, itupun dengan pengawasan ketat dari militer Israel. Akibat pembatasan ini, mayoritas informasi dan pemberitaan dari Gaza bersumber pada jurnalis lokal Palestina yang menghadapi risiko tinggi di lapangan.
Menurut data Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ), sedikitnya 184 jurnalis lokal telah tewas sejak awal konflik. Angka ini menjadikan Gaza sebagai salah satu lokasi paling mematikan di dunia bagi pekerja media.
Baca juga: Trump Tuduh BRICS Anti-AS, Ancam Balas dengan Tarif Impor dan Bela Dominasi Dolar

Baca juga: Ultimatum dari Inggris: Pengakuan Negara Palestina Bukan Bentuk Dukungan untuk Hamas
Trump: Jurnalis Harus Bisa Masuk
Berbicara kepada awak media di Ruang Oval, Trump menegaskan keinginannya.
“Saya ingin melihat itu terjadi. Saya tidak keberatan jika jurnalis masuk,” ujarnya. Ia mengakui bahwa meliput dari Gaza adalah pekerjaan yang sangat berbahaya, tetapi tetap menekankan pentingnya transparansi.
Komentar ini muncul hanya beberapa hari setelah tragedi menimpa para awak media. Minggu malam sebelumnya, serangan udara Israel menghantam area dekat Rumah Sakit Al-Shifa, Kota Gaza. Serangan tersebut menewaskan koresponden Al Jazeera Arabic, Anas al-Sharif dan Mohamed Qraiqea, bersama tiga jurnalis lainnya yang sedang bertugas di tenda pers.
Baca juga: Eks Bos Investree Jadi CEO di Qatar Saat Berstatus Buronan, OJK Geram dan Desak Pemulangan
Krisis Kemanusiaan yang Tak Berujung
Sejak Oktober 2023, Israel melancarkan operasi militer masif di Gaza dengan alasan menghancurkan kelompok bersenjata Hamas. Namun serangan yang terus berlanjut justru menimbulkan korban sipil yang sangat besar.
Data terbaru menyebutkan, lebih dari 61.000 warga Palestina tewas, hampir setengahnya adalah perempuan dan anak-anak. Infrastruktur vital hancur, rumah sakit lumpuh, dan warga sipil menghadapi ancaman kelaparan akibat blokade yang membatasi masuknya bantuan kemanusiaan.
Meski komunitas internasional berulang kali menyerukan gencatan senjata, Israel tetap menolak dan justru memperluas operasi militer. Pada Jumat (15/8), Kabinet Keamanan Israel menyetujui rencana Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk menduduki Kota Gaza, menandai eskalasi baru dalam konflik berkepanjangan ini.
Baca juga: Trump Setujui Penurunan Tarif Impor RI Jadi 19%, Asalkan Data Pribadi WNI Boleh Ditransfer ke AS
Tekanan Hukum Internasional terhadap Israel
Situasi ini semakin memperumit posisi Israel di mata dunia. Pada November lalu, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant, atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Tak hanya itu, Mahkamah Internasional (ICJ) dalam putusan sementaranya menegaskan bahwa tindakan Israel terhadap warga Palestina berpotensi masuk kategori genosida. ICJ memerintahkan Israel untuk mematuhi hukum internasional, termasuk memastikan bantuan kemanusiaan menjangkau warga Gaza.
Baca juga: Berani! Prancis Umumkan Akan Akui Negara Palestina, Netanyahu Meledak Marah
Kebebasan Pers di Tengah Perang
Seruan Trump untuk membuka akses jurnalis internasional ke Gaza mencerminkan pentingnya independensi media dalam konflik berskala global. Liputan langsung dari lapangan diyakini dapat memberikan gambaran yang lebih objektif, sekaligus membuka mata dunia terhadap krisis kemanusiaan yang sedang berlangsung.
Namun, hingga kini Israel tetap menutup rapat pintu bagi jurnalis asing. Ke depan, dunia menanti apakah tekanan internasional dan suara dari pemimpin besar seperti Trump mampu mengubah sikap keras Israel, atau justru membuat Gaza semakin terisolasi dari sorotan global.